Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Sulawesi Tenggara mengkritik keras terhadap Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sultra yang dinilai sarat kepentingan elite politik dan korporasi tambang.
Bahwa revisi RTRW harus memberikan manfaat bagi masyarakat dan tidak hanya berpihak pada kepentingan ekonomi semata. Pernyataan ini disampaikan menyusul ramainya pembahasan publik terkait revisi RTRW Sultra, GMNI Sultra menilai kebijakan ini mengabaikan aturan perundang undangan.
Sekretaris GMNI Sultra Hasir, Pulau kecil seperti Wawonii dan Kabaena tak layak menjadi sasaran tambang. Selain secara ekologis rapuh, aktivitas yang masif dapat menghancurkan ruang hidup masyarakat yang bergantung pada alam.
“UU No. 1 Tahun 2014 dengan tegas melarang pertambangan di pulau kecil yang luasnya kurang dari 2.000 km². Pemerintah daerah harus tunduk pada hukum, bukan memaksakan investasi yang berisiko jangka panjang,” lanjut Hasir
Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), sekitar 73% wilayah daratan Kabaena telah dikapling oleh perusahaan tambang nikel. Sementara di Wawonii, aktivitas eksplorasi telah berdampak pada pencemaran air dan hilangnya hutan adat.
Tak hanya lingkungan, GMNI juga menggaris bawahi potensi konflik sosial yang bisa timbul akibat minimnya pelibatan warga lokal dalam pengambilan keputusan. Mereka menyebut adanya governance gap—kesenjangan antara keputusan politik dan aspirasi rakyat.